Bandung -- Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung Kls IA Khusus yang bersidang di gedung PHI mulai mengadili perkara Pidana korupsi Pengadaan Caravan Mobile di Kabupaten Bandung Barat. Sidang yang diketuai Panji Surono dengan Anggota Rahmawati dan Efendy Hutapea tersebut mendengar pembacaan Surat Dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum atau JPU Heru Yuniatmoko dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung pada hari Selasa tanggal 23 September 2025.
Baca juga: Kejati Aceh Apresiasi Suksesnya Adhyaksa Aceh Auto Fest 2025: Sinergi Otomotif, UMKM, dan Penegakan HukumSurat Dakwaan yang dibacakan JPU adalah atas nama terdakwa Dr. dr Eisen Hower seakan 2 (dua) terdakwa yaitu Christian Gunawan dan Drg. Ridwan Daomara Silitonga dianggap dibacakan.Menurut JPU, bahwa pengadaan Caravan Mobile Unit Covid-19 Kabupaten Bandung Barat atau KBB terjadi pada tahun anggaran 2021 pada Dinas Kesehatan. Ketiga terdakwa yakni Dr. dr. Eisen Hower Sitanggang, Sp.OG (K)., M.Kes., Drg. Ridwan Daomara Silitonga, Sp.BM., dan Christian Gunawan, didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek senilai Rp 6,07 miliar dengan penyedia PT Multi Artha Sehati. Modus Korupsi Caravan Mobile Unit Berdasarkan hasil penyidikan Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung, pengadaan caravan tersebut tidak pernah diajukan sebagai kebutuhan oleh UPT Laboratorium dan Penunjang Medik KBB. Bahkan, Pejabat Pembuat Komitmen atau PPK tidak pernah menyusun Kerangka Acuan Kerja atau KAK dan Harga Perkiraan Sendiri atau HPS saat proses lelang. Diduga terjadi persekongkolan antara Eisen Hower Sitanggang selaku Pengguna Anggaran, Ridwan Daomara Silitonga sebagai PPK, dan Christian Gunawan sebagai Direktur PT Multi Artha Sehati.
Baca juga: Prestasi Membanggakan, Riki Apriansyah Sandang Gelar Doktor Cumlaude dengan IPK 3,94Tujuannya untuk memenangkan perusahaan tersebut sebagai penyedia, meskipun faktanya PT Multi Artha Sehati merupakan perusahaan konstruksi bangunan yang tidak memiliki sertifikasi karoseri maupun izin alat kesehatan. Barang Bukti miliaran rupiah telah disita oleh tim penyidik sebagai bukti yang menguatkan adanya penyimpangan. Adapun yang telah disita, perangkat IT terdiri dari komputer, flashdisk, CD-RW, puluhan dokumen kontrak, SK pejabat, laporan reviu BPKP, hingga notulensi rapat Bukti komunikasi berupa tangkapan layar grup WhatsApp dan LPSE. Meski dibayarkan 100% kepada penyedia, caravan senilai miliaran rupiah itu tidak bisa digunakan sesuai peruntukan karena gagal memenuhi syarat teknis dan administrasi. Akibat perbuatan para terdakwa, negara mengalami kerugian sebesar Rp3,07 miliar.Akibat perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001, dengan ancaman hukuman maksimal pidana penjara selama 20 tahun. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan pokok perkara yang dilakukan serentak. (Y CHS).
Baca juga: AWI Kota Medan Minta Penyidik Polsek Medan Baru Proses dan Tangkap Pelaku Penganiayaan
Bagikan: