25 Mar, 2025

Mantan Ketua DPRD Kota Bandung Bantah Pertemuan di Semarang Bahas Kesepakatan APBD-P 2022: "Hanya Studi Komparasi"

Indofakta.com, 2025-03-05 04:30:30 WIB

Bagikan:

Bandung -- Mantan Ketua DPRD Kota Bandung, Tedy Rusmawan, dalam keterangannya  di muka persidangan perkara dugaan korupsi proyek Bandung Smart City yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung Kls IA Khusus Gedung PHI Bandung pada hari Selasa tanggal 4/3/2025. Dalam kesaksiannya, Tedy membantah bahwa pertemuan di Semarang pada tahun 2022 terkait dengan kesepakatan pengesahan APBD Perubahan atau APBD-P untuk proyek tersebut.

Menurut Tedy, pertemuan di Semarang sebenarnya merupakan undangan dari DPRD Kota Bandung kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah atau TAPD Pemkot Bandung untuk melakukan studi komparasi. Ia menegaskan bahwa dalam pertemuan tersebut tidak ada pembahasan ataupun kesepakatan mengenai proyek Bandung Smart City, termasuk pengadaan CCTV, Penerangan Jalan Umum atau PJU, dan Penerangan Jalan Lingkungan atau PJL.

"Saat di Semarang, yang dibahas adalah RKUA-PPAS untuk anggaran APBD murni tahun 2023. Tidak ada pembicaraan soal Bandung Poek atau urgensi pemasangan Smart CCTV dan PJU di sana," ujar Tedy dalam persidangan.

Tedy juga menjelaskan bahwa isu Bandung Poek baru mencuat pada 22 Agustus 2022 dalam rapat DPRD Kota Bandung terkait Rancangan APBD. Isu tersebut muncul setelah unggahan video di YouTube Narasi Newsroom pada 19 Agustus 2022, yang menyoroti titik - titik gelap di Kota Bandung yang dianggap rawan kriminalitas. Menurutnya, Riantono—salah satu anggota DPRD yang kini menjadi terdakwa—hanya menyampaikan aspirasi masyarakat terkait persoalan ini.

Keterangan Tedy Rusmawan tersebut kemudian ditanggapi oleh Rizky Rizgantara, penasihat hukum Ema Sumarna, yang menyebut bahwa kesaksian Tedy telah mematahkan dakwaan Penuntut Umum KPK yang menyebut adanya persekongkolan dalam pengesahan APBD-P 2022.

Baca juga: Badan Pemulihan Aset bersama Tim Kejari Jakarta Pusat Berhasil Jual 967.500 Lembar Saham dalam Perkara Tipikor dan TPPU Jiwasraya

Sebelumnya,  dalam Surat Dakwaan kepada para terdakwa, Penuntut Umum KPK menyatakan bahwa terjadi "rapat setengah kamar" di Semarang yang menjadi dasar kesepakatan penambahan anggaran.

"Pernyataan eks Ketua DPRD Bandung Tedy Rusmawan itu telah mematahkan dakwaan yang menyebutkan bahwa terjadi kongkalingkong terkait pengesahan APBD Perubahan 2022 di Semarang," kata Rizky. 

Hakim Cermati Peran Tedy Rusmawan dalam Pengadaan CCTV

Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Dodong Iman Rusdani menyoroti peran Tedy Rusmawan saat menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Bandung, khususnya dalam proyek pengadaan Bandung Smart City yang dianggarkan pada 2022. Hakim mempertanyakan asal-usul usulan proyek tersebut.

Menjawab pertanyaan hakim, Tedy mengatakan bahwa usulan pengadaan CCTV dan penerangan jalan berasal dari Riantono, yang saat itu merupakan anggota Badan Anggaran atau Banggar DPRD Kota Bandung. Namun, ia mengaku tidak mengetahui adanya dugaan fee proyek 10-20 persen yang disebut dalam dakwaan.

"Saya tidak tahu soal itu," ujar Tedy.

Selain itu, Penuntut Umum KPK Tito Jaelani juga mempertanyakan soal aliran dana Tunjangan Hari Raya atau THR yang sebelumnya disebut diterima oleh ajudan Tedy dari jajaran Dinas Perhubungan atau Dishub Kota Bandung. Tedy membenarkan adanya uang tersebut, tetapi mengklaim bahwa dirinya tidak menggunakan uang itu.

"Ajudan saya menerima, lalu saya minta dikembalikan. Itu saat OTT hanya laporan, pas dibuka besarannya lima juta," jelas Tedy.

"Uang itu hanya titipan, dan saya tidak pernah menyentuhnya. Uang tersebut menjadi barang bukti di KPK," tambahnya. 

Dakwaan Korupsi dan Aliran Uang ke Anggota DPRD

Dalam perkara tersebut, mantan Sekda Kota Bandung Ema Sumarna didakwa telah memberikan suap sebesar Rp 1 miliar kepada 4 (empat) mantan anggota DPRD Kota Bandung yaitu Riantono, Achmad Nugraha, Ferry Cahyadi, dan Yudi Cahyadi. Suap tersebut diduga merupakan commitment fee untuk pengesahan APBD-P Tahun 2022, yang mengalokasikan tambahan anggaran Rp 47,3 miliar ke Dishub Kota Bandung.

Penuntut Umum KPK menyebut bahwa uang diberikan secara bertahap kepada keempat anggota DPRD tersebut melalui mantan pejabat Dishub, yakni Khoirul Rijal dan Dadang Darmawan. 

Berikut rincian aliran dana yang diterima para terdakwa: 
- Riantono menerima Rp 270 juta secara bertahap; 
- Yudi Cahyadi menerima Rp 500 juta; 
- Achmad Nugraha Wijaya menerima Rp 200 juta; 
- Ferry Cahyadi menerima Rp 30 juta.

Keempat mantan anggota DPRD Kota Bandung itu didakwa menerima suap atau gratifikasi yang melanggar UU Tipikor.  

Sementara itu, Ema Sumarna didakwa dengan pasal terkait pemberian suap dan gratifikasi, dengan ancaman hukuman yang sama. Penuntut Umum KPK menegaskan bahwa Ema Sumarna berperan sebagai pihak yang memberi dan menjanjikan uang kepada para anggota DPRD untuk meloloskan anggaran proyek Bandung Smart City.

"Ema Sumarna telah memberikan uang yang seluruhnya sejumlah Rp1 miliar kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," tegas Penuntut Umum KPK, Tito Jaelani.

Baca juga: Untuk Disidangkan, Dua Tersangka Perkara Korupsi Lahan Kebun Binatang Bandung Telah Lanjut Ke Tahap Dua

Dalam persidangan, Penuntut Umum KPK menghadirkan 3 (tiga) orang saksi yaitu terpidana Yana Mulyana dan Kepala  Bappelitbang Kota Bandung Anton Sunarwibowo. Keterangan keduanya dibantah oleh terdakwa Ema Sumarna yang menilai Yana Mulyana memberi keterangan tidak benar dan fitnah. 

Sidang akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan para saksi yang akan dihadirkan oleh Penuntut Umum KPK. (Y CHS).

Bagikan:

© 2025 Copyright: Indofakta Online