6 Oct, 2024

MPR RI Dukung Pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto dan Gus Dur, Dorong Rekonsiliasi Nasional

Indofakta.com, 2024-09-25 23:30:09 WIB

Bagikan:

Bambang Soesatyo Tekankan Pentingnya Menjunjung Tinggi Persatuan dan Penghargaan terhadap Pemimpin Bangsa

Baca juga: Rapat Pleno LSM PAKAR Pastikan Tetap solid Pendukungan Terhadap Bobby - Surya Pimpin Sumut

Jakarta -- Rabu, 25 September 2024, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengungkapkan bahwa pimpinan MPR mendorong agar presiden ke-2 RI H.M. Soeharto dan presiden ke-4 RI K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendapat gelar pahlawan nasional. Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, menekankan pentingnya memberikan penghargaan kepada para mantan pemimpin bangsa yang telah memberikan jasa dan pengabdian bagi Indonesia.

Baca juga: Upacara HUT Ke-79 TNI Di Kodam III/Slw Diikuti Forkopimda Jabar

Menurutnya, tidak seharusnya ada warga negara, terutama seorang pemimpin bangsa, yang harus menanggung sanksi atau stigma sejarah tanpa melalui proses hukum yang adil. "Tidak perlu ada lagi dendam sejarah yang diwariskan kepada anak-anak bangsa yang tidak pernah tahu dan terlibat dalam berbagai peristiwa kelam pada masa lalu," ujar Bamsoet usai menghadiri Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan 2019—2024 di kompleks parlemen, Jakarta.

Penghargaan kepada Mantan Presiden Soekarno, Soeharto, dan Gus Dur

Baca juga: Perjalanan TNI dari Masa Perjuangan Kemerdekaan hingga Kesiapan Menghadapi Perang Siber: Sebuah Transformasi Adaptif di Tengah Ancaman Global

Dalam pidatonya, Bamsoet menyampaikan bahwa sudah selayaknya MPR merajut persatuan bangsa dalam konteks sejarah Indonesia. Oleh karena itu, pimpinan MPR mendukung agar jasa dan pengabdian dari para mantan presiden, seperti Ir. Soekarno, H.M. Soeharto, dan K.H. Abdurrahman Wahid, mendapatkan penghargaan yang layak berupa gelar pahlawan nasional.

Selain itu, Bamsoet juga menyebutkan bahwa MPR telah menerima surat dari Fraksi Partai Golkar tertanggal 18 September 2024, yang membahas Pasal 4 TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 mengenai Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Menurutnya, kedudukan hukum dari pasal tersebut dinyatakan masih berlaku berdasarkan TAP MPR Nomor I/MPR/2003.

Baca juga: Prabowo Subianto Siapkan Fondasi Angkatan Siber, Dukung TNI Hadapi Perang Dunia Maya dan Tantangan Teknologi Global

Namun, terkait penyebutan nama Soeharto dalam TAP tersebut, Bamsoet menyatakan bahwa secara pribadi, presiden ke-2 RI itu telah menyelesaikan segala kewajibannya karena telah wafat.

Rekonsiliasi Nasional dan Penegasan Soal Gus Dur

Selain Soeharto, pimpinan MPR juga menerima surat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengenai Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001, yang berisi pemberhentian K.H. Abdurrahman Wahid sebagai presiden. Dalam hal ini, MPR menyepakati bahwa kedudukan hukum dari ketetapan tersebut saat ini tidak berlaku lagi, sebagaimana dinyatakan dalam Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003.

Bamsoet menjelaskan bahwa langkah-langkah ini adalah bagian dari upaya MPR untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional, serta menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan. "Seluruh hal tersebut dilaksanakan pimpinan MPR sebagai bagian dari penyadaran kita bersama untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional," tegas Bamsoet.

MPR sebagai Simbol Persatuan dan Harapan Bangsa

Dalam kesimpulannya, Ketua MPR RI menekankan bahwa MPR adalah aktualisasi dari permusyawaratan seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, MPR memiliki peran penting dalam merajut persatuan bangsa, seperti benang yang mengikat berbagai warna dalam sehelai kain, menciptakan harmoni dan persatuan dalam bangsa Indonesia.

"MPR menganyam harapan dan cita-cita bangsa dalam satu harmoni," pungkas Bamsoet, menekankan pentingnya peran MPR dalam mewujudkan cita-cita bangsa yang berlandaskan persatuan. (Why)

Bagikan:

© 2024 Copyright: Indofakta Online