Jakarta -- Minyak mentah AS mencatat penurunan lebih dari 1% pada hari Rabu (04/09), jatuh di bawah USD 70 per barel, memicu spekulasi bahwa OPEC+ mungkin menunda rencana peningkatan produksi minyak yang sebelumnya dijadwalkan dimulai bulan depan. Penurunan ini terjadi di tengah kekhawatiran akan lemahnya permintaan global serta ketidakpastian terkait kebijakan OPEC+.
Baca juga: Prediksi Luksemburg vs Belarusia di UEFA Nations LeagueHarga patokan minyak mentah AS mencapai level terendah dalam sesi perdagangan di USD 68,83 per barel, posisi terendah sejak Desember 2023. Harga minyak terus melemah sejak anjlok lebih dari 4% pada hari Selasa, dengan minyak mentah AS dan Brent global menghapus semua keuntungan yang tercatat sepanjang 2024. Svetlana Tretyakova, analis senior di Rystad Energy, mencatat bahwa hingga OPEC+ memperjelas strategi ke depannya, sentimen bearish di pasar minyak akan terus berlanjut.
Penutupan Harga Energi pada Rabu: Penurunan Lebih Lanjut Terjadi
Baca juga: Prediksi Swedia vs Estonia di UEFA Nations League 2024Harga minyak mentah AS dan Brent kembali tertekan pada Rabu. Berikut adalah penutupan harga energi yang dikutip dari CNBC pada Kamis (5/9/2024):
- West Texas Intermediate (WTI): USD 69,20 per barel (kontrak Oktober), turun USD 1,14 atau 1,62%. Sejak awal tahun, minyak mentah AS turun sebesar 3,4%.
- Brent: USD 72,70 per barel (kontrak November), turun USD 1,05 atau 1,42%. Sejak awal tahun, patokan global Brent mencatat penurunan sebesar 5,6%.
Kekhawatiran Ekonomi Global Kembali Menekan Harga Minyak
Baca juga: Paus Fransiskus Kunjungi Vanimo, Papua Nugini: Membawa Bantuan Kemanusiaan ke Kota Terpencil di DuniaPenurunan harga minyak terjadi setelah adanya laporan aktivitas manufaktur yang lemah dari AS dan China, yang menimbulkan kekhawatiran tentang potensi perlambatan ekonomi global. Di samping itu, pasar saham AS juga mengalami penurunan tajam pada Selasa, dengan indeks S&P 500 mencatatkan performa terburuknya sejak awal Agustus.Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets, menjelaskan bahwa kelemahan permintaan dari China telah menjadi faktor utama yang menekan harga minyak sepanjang tahun 2024. "Permintaan China yang lebih rendah terlihat dari penurunan impor minyak serta tingkat pemanfaatan kilang yang menurun," tambah Croft.
OPEC+ Mungkin Tunda Peningkatan Produksi, Ketidakpastian Libya Juga Berperan
Baca juga: Elon Musk Prediksi Penerbangan Starship Tak Berawak ke Mars Dalam Dua Tahun, Misi Berawak Menyusul Dua Tahun KemudianSementara OPEC+ berencana meningkatkan produksi minyak pada Oktober mendatang, beberapa laporan menunjukkan bahwa keputusan tersebut bisa saja ditunda. Penyelesaian konflik politik di Libya juga dapat berdampak pada peningkatan pasokan dari negara Afrika Utara tersebut. Namun, ketidakpastian terkait kelangsungan kesepakatan Libya tetap menjadi perhatian utama pasar.Laporan yang dirilis Jumat lalu menunjukkan bahwa delapan anggota OPEC+ masih berencana meningkatkan produksi sebesar 180.000 barel per hari mulai Oktober. Meski begitu, beberapa analis memprediksi bahwa rencana ini bisa dibatalkan tergantung pada perkembangan kondisi pasar. Giovanni Staunovo, ahli strategi dari UBS, mencatat bahwa sentimen di pasar minyak saat ini sangat lemah, seperti yang terlihat dari reaksi pasar terhadap berita seputar pasokan minyak.Sumber-sumber lain juga menyatakan bahwa ada kemungkinan OPEC+ akan mempertimbangkan untuk menunda peningkatan produksi yang dijadwalkan pada Oktober. Staunovo menambahkan bahwa dengan harga yang saat ini berada di bawah tekanan, kemungkinan besar peningkatan produksi tersebut akan dihentikan untuk sementara waktu.
Arab Saudi dan Pentingnya Penjualan Minyak bagi Vision 2030
Bagi Arab Saudi, penjualan minyak tetap menjadi bagian penting dalam pembiayaan proyek-proyek ekonomi besar mereka, termasuk Vision 2030. Helima Croft menekankan bahwa harga minyak saat ini bukanlah harga yang optimal bagi banyak anggota OPEC, terutama bagi negara-negara yang bergantung pada pendapatan minyak untuk mendukung proyek pembangunan mereka.Di sisi lain, Staunovo juga menyebutkan bahwa kondisi pasar minyak saat ini masih menunjukkan kekurangan pasokan meskipun ada penurunan permintaan dari China. Menurut UBS, pasar terlalu pesimistis, dan harga minyak Brent diprediksi akan pulih ke level USD 80 per barel dalam beberapa bulan mendatang. UBS juga merekomendasikan para investor untuk mempertimbangkan menjual risiko penurunan harga minyak mentah. (Sms)
Bagikan: