3 Dec, 2024

Perangi Perbudakan Modern, Badiklat-ECPAT Gelar Pelatihan Penuntutan Bagi Pelaku Tindak Pidana

Indofakta.com, 2024-05-13 17:44:47 WIB

Bagikan:

JAKARTA -- Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan RI bekerjasama dengan ECPAT Indonesia menggelar Pendidikan dan Pelatihan Penuntutan Bagi Pelaku Tindak Pidana Mempekerjakan Anak dan Eksploitasi Ekonomi, Diklat yang dilaksanakan mulai tanggal 3 Mei hingga 15 Mei 2024 dibuka secara resmi oleh Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Fungsional (Kapus DTF) Dr. Heri Jerman, SH.MH.

Baca juga: Tim Gabungan Kejaksaan Berhasil Tangkap Buronan Kasus TPPU di Jakarta Timur


Diklat yang berlangsung selama 3 hari di Kampus A Badiklat Kejaksaan RI Ragunan diikuti oleh para Jaksa yang berasal dari Kejaksaan Negeri seluruh Indonesia.
Dalam sambutannya Kapusdiklat Teknis dan Fungsional mengatakan,pada era globalisasi bentuk tindak pidana yang mengancam anak semakin beragam baik secara langsung maupun melalui media elektronik yang bertujuan untuk mengkomersilkan tenaga kerja anak. 

Baca juga: Masuki Tahap II, Penyidik Serahkan Para Tersangka Serta Hasil Sitaan Uang Miliaran Kasus Korupsi Pembangunan Prasarana LRT Di Provinsi Sumsel Kepada JPU


“ Bentuk tindak pidana anak seperti pengekploitasi, mempekerjakan anak untuk mencari dan menambah keuntungan bagi yang mempekerjakannya salah satu tujuannya adalah untuk menunjang ekonomi,” ujarnya. 

Baca juga: Majelis Hakim Duga Terdakwa Korupsi Ulp Kota Bandung Pengaruhi Pemikiran Para Saksi Yang Butuh Proyek


Namun kata Heri Jerman, Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah pekerja anak yang tinggi. Banyaknya pekerja anak merupakan dampak dari berbagai persoalan sosial yang terjadi. Salah satu faktor utama yang mendorong banyak anak untuk masuk dalam dunia kerja adalah dipengaruhi oleh masalah ekonomi keluarga. Anak-anak diharuskan untuk membantu keuangan keluarga, bahkan ada yang menjadi tulang punggung keluarga dan pendidikan yang rendah serta kesejahteraan sosial yang belum memadai. .

Baca juga: Kejaksaan Agung Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Impor Gula


Hal itu lanjutnya, berdasarkan data dari kemenakertrans yang dikeluarkan oleh badan pusat statistik (bps) Bahwa pada tahun 2009 mengungkapkan bahwa jumlah anak di indonesia dengan kelompok umur 17 tahun sebesar 58,8 juta anak, dengan 4,05 juta anak atau 6,9 persen di antaranya dianggap sebagai anak– anak yang bekerja. 
Diperkirakan dari jumlah total tersebut, sejumlah 1,76 juta anak atau 43,3 persen adalah pekerja anak. Keadaan yang paling mengejutkan adalah bahwa 20,7 persennya anak-anak tersebut bekerja pada bentuk–bentuk pekerjaan terburuk. 


“ Anak-anak dalam kategori tersebut secara umum mengalami putus sekolah dan hidup terlantar, serta bekerja pada berbagai jenis pekerjaan, seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan di jalanan. Pekerja anak cenderung bekerja dalam waktu yang cukup lama dan berada pada pekerjaan yang eksploitatif,” ungkapnya. 


Meskipun belum terdapat data yang menyeluruh, anak yang bekerja pada pekerjaan terburuk telah ditemukan pada jenis pekerjaan di bidang prostitusi, dilibatkan dalam perdagangan narkoba, di bidang pertambangan, perikanan laut dalam dan pekerjaan sektor rumah tangga, serta dipekerjakan dalam bidang konstruksi bangunan dan jalan. 


“ Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara,” tegasnya.  


Dikatakan bahwa dalam konstitusi indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.


Heri Jerman menyebut, berdasarkan hasil pengawasan KPAI sejak bulan januari sampai dengan april 2021, angka TPPO dan eksploitasi melalui prostitusi pada anak belum menunjukkan penurunan. Dari 35 kasus yang dimonitor, 83% merupakan kasus prostitusi, 11% eksploitasi ekonomi dan 6% perdagangan anak. Dari kasus-kasus tersebut jumlah korban mencapai 234 anak. Selain itu kasus pekerja anak di pabrik hingga penjualan bayi.


“ Dengan iadanya ifenomena iini itentu idiperlukan perlindungan ihukum iterhadap ianak. I perhatian bagi pekerja anak tampak belum begitu besar dan solutif,” bebernya. 


Padahal anak adalah amanah tuhan yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, dan bermasa depan cerah serta berhak mendapatkan perlindungan khusus, terutama pelindungan hukum dalam sistem peradilan.
Badan Diklat Kejaksaan yang mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Salah satu upaya dan peran penting yang dilaksanakan adalah dengan meningkatkan kualitas aparat kejaksaan yang mumpuni dalam melaksanakan tugas penuntutan terhadap tindak pidana mempekerjakan anak dan eksploitasi ekonomi secara profesional dan proporsional

Sekretaris Pertama Urusan Politik dan Pendidikan di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, Sam Perkins menyampaikan upaya mengentaskan perbudakan modern atau modern slavery¸ merupakan suatu isu prioritas bagi Pemerintah Inggris Raya, termasuk Kementerian Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunannya (FCDO). 


Perbudakan modern yang juga mencakup bentuk pekerjaan terburuk untuk anak serta tindakan-tindakan yang dipidana dalam UU Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia adalah suatu permasalahan global yang perlu diatasi melalui kerjasama antar negara. 


“ Dalam konteks ini lah kami dengan senang hati mendukung kegiatan ECPAT Indonesia dan Badiklat Kejaksaan Republik Indonesia dalam melakukan pelatihan Penuntutan Bagi Pelaku Tindak Pidana Mempekerjakan Anak dan Eksploitasi Ekonomi ini,” ujar Sam Perkins.

“ Kami berharap agar pelatihan ini dapat mencapai tujuan awal yang disepakati ECPAT Indonesia dan Badiklat Kejaksaan Republik Indonesia, yakni untuk memperkuat kapasitas kejaksaan  dalam melakukan penuntututan terhadap TPPO yang melibatkan pekerja anak dengan cara yang efektif, termasuk dalam menjamin pemenuhan hak-hak korbannya,” imbuhnya. 


Menurutnya peningkatan kemampuan jaksa dalam penegakan hukum TPPO, termasuk yang berkaitan dengan pekerjaan terburuk untuk anak, telah terbukti menjadi salah satu unsur kunci dalam memerangi perbudakan modern di berbagai konteks. Penegakan hukum yang menjamin hak korban juga menjadi penting bukan saja karena hal itulah yang seharusnya terjadi untuk memenuhi rasa keadilan, tapi juga agar orang dapat merasa aman dalam melaporkan eksploitasi yang dialaminya.

Meningkatkan kemampuan Jaksa dalam melakukan penuntutan TPPO, termasuk yang berkaitan dengan pekerjaan terburuk untuk anak, penting dalam memastikan rantai pasokan yang bersih dari perbudakan modern. “ Oleh karena itu kami sangat menghargai fokus ECPAT Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia dalam memprioritaskan wilayah-wilayah produksi komoditas yang dapat masuk dalam rantai pasokan global,”tandasnya.


Mengakhiri sambutanya Sam menyampaikan harapan agar pelatihan ini dapat berjalan dengan sukses dan modul yang ada akan terus digunakan guna menghasilkan lebih banyak Jaksa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan penegakan hukum dalam isu yang penting ini.


Turut hadir dalam pembukaan Diklat Dr. Ahmad Sofian, S.H.,M.A (Koordinator Nasional ECPAT Indonesia), Eric (Perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI), Bagus Kuncoro dan Ibu Lailiyatun Nusro (Perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan RI) dan Kepala Bidang Penyelenggara pada Pusdiklat Teknis dan Fungsional Frits Nalle.(Muzer)

Bagikan:

© 2024 Copyright: Indofakta Online